Amsal 10:31
"....Mulut orang benar mengeluarkan hikmat..."
Pemirsa, sepeti biasa di awal minggu kita kembali ke menu "Belajar
Berkhotbah". Seorang pengkhotbah yang luar biasa berkata bahwa: Khotbah
kita nenentukan nasib kita. Hal ini saya terima sebagai sesuatu yang
benar dan masuk akal. Kalau khotbah tak "berkelas",
dampaknya pun akan tinggal kelas. Salah satu yang turut menentukan baik tidaknya sebuah khotbah adalah temperamen si pengkhotbah. Temperamen seorang pengkhotbah bisa dilihat dari penguasaan diri saat berkhotbah terutama dari keras lembutnya suara yang dikumandangkan. Bila rekans telah berpengalaman berkhotbah atau mengetahui "hukum-hukum" Homeletika, tentulah mengetahui bahwa penguasaan keras dan lembut suara sangat perlu diperhatikan.
dampaknya pun akan tinggal kelas. Salah satu yang turut menentukan baik tidaknya sebuah khotbah adalah temperamen si pengkhotbah. Temperamen seorang pengkhotbah bisa dilihat dari penguasaan diri saat berkhotbah terutama dari keras lembutnya suara yang dikumandangkan. Bila rekans telah berpengalaman berkhotbah atau mengetahui "hukum-hukum" Homeletika, tentulah mengetahui bahwa penguasaan keras dan lembut suara sangat perlu diperhatikan.
Rekans, beberapa orang jemaat telah berkeluh kesah karena tak tahan
mendengar suara Pendetanya saat berkhotbah yang sering sekali
berkoar-koar dan membuat kuping jadi panas karena kerasnya suara dari
mimbar saat berkhotbah, sebab membuat microfon mengeluarkan suara yang
melengking. Memang degan suara begini si tukang ngantuk bakal bangun
dari tidurnya, hahaha. Katanya si pengkhotbah selalu mengklaim bahwa
sangat perlu menyampaikan Firman dengan keras supaya mengena di hati
jemaat.
Masalahnya adalah bukan Firman Tuhannya yang keras melainkan suara si
pengkhotbah ditambah muka memerah dan mimik emosional membuat pendengar
jadi ketakutan. Saya sendiri menemukan beberapa pengkhotbah yang
menyampaikan Firman Tuhan yang keras, tajan, menusuk dan "mengahajar"
para jemaat tetapi disampaikan dengan lembut dan terkesan penuh kasih.
Biar bagaimanapun Firman Tuhan yang keras, tidak harus disampaikan
dengan muka dan suara yang keras.
Pengkhotbah mestinya belajar Homeletika, mengeluarkan suara sesuai
dengan kebutuhan, kapasitas gedung harus diperhatikan, volume microfon
tidak boleh lepas dari perhatian. Beda suara saat khotbah di KKR, beda
saat ibadah biasa. Beda suara saat khotbah di lapangan terbuka dengan
kapasitas 10 000 orang, beda pula kebutuhan suara di dalam gedung dengan
kapasitas 100 orang.
Jangan cari-cari alasan dengan mangatakan bahwa itu dorongan roh Kudus,
sikit-sikit dorongan roh Kudus sehingga tidak bisa ditahan. Bah emang
kalau disertai roh Kudus jadi ga sadar diri, sehingga tidak bisa
dikendalikan? hehe.
Mari berkhotbah penuh kasih, dibalut kelembutan hati dan ciptakan suasana yang adem saat penyampaian Khotbah, supaya jemaat diberkati dan banyak salam berkat, hahahahaleluyah..
Tuhan Memberkati...
Mari berkhotbah penuh kasih, dibalut kelembutan hati dan ciptakan suasana yang adem saat penyampaian Khotbah, supaya jemaat diberkati dan banyak salam berkat, hahahahaleluyah..
Tuhan Memberkati...
(dikutip dari www.marisi-last.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar