(dikutip dari Milis Pentakosta)
Ketika bernostalgia di depot soto langganan semasa kuliah,
ternyata yang meracik soto masih bapak yang melayani di sana dua puluh
tahun lalu. “Kok betah, Pak, kerja di sini?” tanya saya dengan kagum.
Jawabannya terdengar sedih, “Yah, bagaimana lagi, Mas, saya tidak punya
ketrampilan lain.” Ah, rasa kagum saya berganti menjadi kasihan. Rupanya
bapak ini sekadar bertahan dalam pekerjaan yang tidak disukainya.
Tidak demikian dengan nabi Yeremia.
Tidak demikian dengan nabi Yeremia.